Beranda | Artikel
Tafsir Surat Al-Ikhlas dari Tafsir Jalalain
Sabtu, 20 Juni 2020

Bagaimana tafsir surat Al-Ikhlas, bagaimana kita memahaminya dengan mudah?

Kali ini kita gali dari tafsir Jalalain.

Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1) اللَّهُ الصَّمَدُ (2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4

Artinya:

  1. Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.
  2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
  3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
  4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”.

(QS. Al-Ikhlas: 1-4) 

 

KETERANGAN DALAM TAFSIR JALALAIN

Surah ini adalah surah Makkiyah (turun sebelum hijrah) atau bisa juga surah Madaniyah (turun bakda hijrah), terdiri dari empat ayat.

 

TAFSIR JALALAIN DARI SURAH AL-IKHLAS

Imam Jalaluddin Al-Mahalli rahimahullah berkata,

سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ رَبِّهِ فَنَزَلَ:

{ قُلْ هُوَ الله أَحَدٌ } فَاللهُ خَبَرُ «هُوَ» وَ «أَحَدٌ» بَدَلٌ مِنْهُ أَوْ خَبَرٌ ثَانٍ .

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang Rabbnya, lantas turunlah firman Allah:

(Katakanlah, “Dialah yang Maha Esa”), lafaz jalalah “Allah” adalah khabar dari lafaz “huwa”, sedangkan lafaz “ahadun” adalah badal dari lafaz jalalah “Allah”, atau khabar kedua dari lafaz “huwa”.

{ اللهُ الصَّمَدُ } مُبْتَدَأٌ وَخَبَرٌ : أَيْ المَقْصُوْدُ فِي الحَوَائِجِ عَلَى الدَّوَامِ .

(Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu), lafaz ayat ini terdiri dari mubtada dan khabar (lafaz jalalah “Allah” adalah mubtada dan “Ash-Shamad” adalah khabar). Kalimat tersebut berarti Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu untuk selama-selamanya.

{ لَمْ يَلِدْ } لاِنْتِفَاءِ مُجَانِسَتِهِ . { وَلَمْ يُولَدْ } لاِنْتِفَاءِ الحُدُوْثِ عَنْهُ .

(Dia tiada beranak), karena tiada yang menyamai Allah atau sejenis dengan Allah, (dan tidak pula diperanakkan) karena mustahil hal ini terjadi bagi-Nya.

{ وَلَمْ يَكُنْ لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ } أَيْ مُكَافِئاً ومُمَاثِلاً وَ «لَهُ» مُتَعَلِّقٌ بِ «كُفَواً» وَقُدِّم عَلَيْهِ لِأَنَّهُ مَحَطُّ القَصْدِ بِالنَّفْيِ ، وَأُخِّرَ «أَحَدٌ» وَهُوَ اِسْمُ «يَكُنْ» عَنْ خَبَرِهَا رِعَايَةً لِلفَاصِلَةِ .

(Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Allah), atau yang semisal dengan-Nya. Lafaz “lahu” berkaitan (muta’alliq) kepada lafaz “kufuwan”. Lafaz “lahu” ini didahulukan karena dialah yang menjadi subjek penafian. Kemudian lafaz “ahadun” diakhirkan letaknya padahal ia sebagai isim dari lafaz “yakun”, sedangkan khabar yang seharusnya berada di akhir mendahuluinya. Demikian itu karena menjaga fasilah atau kesamaan bunyi pada akhir ayat.

Baca Juga: Memahami Surat Al Ikhlas, Sepertiga Al Qur’an

CATATAN DARI TAFSIR JALALAIN

  1. Surah Al-Ikhlas khusus membicarakan tentang Allah. Itulah alasannya kenapa surah Al-Ikhlas disebut sepertiga Al-Qur’an (tsulutsul Quran) karena dalam Al-Qur’an dibicarakan khusus tentang Allah. Padahal Al-Qur’an kandungannya adalah hukum, berita (cerita), dan tauhid.
  2. Bahasan yang ada dari tafsir surah Al-Ikhlas dari Tafsir Jalalain adalah penafsiran dari sisi bahasa, lebih khusus dari sisi ilmu nahwu.
  3. Allah itu Ahad (Maha Esa).
  4. Allah itu Ash-Shamad, artinya Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu untuk selama-selamanya.
  5. Allah tidak beranak dan juga tidak diperanakkan karena memang tidak ada yang sejenis dengan Allah dan sifat itu mustahil bagi Allah.
  6. Tidak ada yang sekufu (setara) atau semisal dengan Allah.
  7. Ayat Al-Qur’an punya kekhasan dengan diakhiri huruf yang sama, seperti dalam surah Al-Ikhlas dengan huruf “dal”.

 

FAEDAH DARI TAFSIR JALALAIN BERDASARKAN TINJAUAN NAHWU


هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ

Huwa : mubtada’

Lafaz jalalah “Allah” : khabar pertama

Ahadun : khabar kedua (badal minhu dari lafaz jalalah “Allah)

اللهُ الصَّمَدُ

Lafaz jalalah “Allah” : mubtada’

Ash-Shamad : khabar

وَلَمْ يَكُنْ لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ

Yakun : merafa’kan isim dan menashbkan khabar

Lahu : muta’alliq (berkaitan) dengan kufuwan

Kufuwan : khabar dari yakun yang dikedepankan

Ahadun : isim dari yakun yang diakhirkan

 

Semoga mendapatkan ilmu yang bermanfaat.

Baca Juga:

Referensi:

  1. Tafsir Al-Jalalain. Cetakan kedua, Tahun 1422 H. Jalaluddin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Al-Mahalli dan Jalaluddin ‘Abdurrahman bin Abu Bakar As-Suyuthi. Ta’liq: Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury. Penerbit Darus Salam.
  2. Tafsir Jalalain. Penerbit Pustaka Al-Kautsar.

 


 

Disusun di Darush Sholihin, Sabtu sore, 28 Syawal 1441 H (20 Juni 2020)

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumasyho.Com


Artikel asli: https://rumaysho.com/24950-tafsir-surat-al-ikhlas-dari-tafsir-jalalain.html